Suasana grosiran memang sangat terasa di pusat tekstil Tanah
Abang. Hiruk-pikuk kawasan yang dikenal se antero Asia Tenggara ini
menjadi ciri khas yang tak ada matinya. Sabtu siang, Kompas Female
mendatangi kawasan Blok A yang semakin tertata rapi dengan barisan toko
yang padat pengunjung. Produk impor menjadi target utama, setelah
mendengar kabar bahwa produk Cina mulai resmi berkompetisi di pasar
lokal dengan adanya perjanjian Free Trade Area (FTA) se-Asia.
Mulai lantai dasar hingga lantai tujuh gedung, yang dilengkapi
pendingin udara ini, pengunjung disambut display pakaian di setiap toko
pakaian atau Fashions Shop yang memancing mata. Busana
wanita masih mendominasi, sama seperti pusat belanja lain yang biasa
ditemui di pusat kota. Bedanya, sentra tekstil ini melayani pembeli
eceran hingga grosiran dalam skala kecil maupun besar.
Pada toko produk China dan negeri Asia lain seperti Korea, Hong
Kong, Thailand, dan Jepang, konsep butik sangat terasa. Meski berada di
pusat grosir, umumnya display produk impor terlihat punya ciri khas.
Pakaian digantung dengan rapi di kapstok setiap took pakaian, tidak
ditumpuk asal-asalan seperti umumnya toko-toko pakaian di pusat grosir
tersebut. Sejumlah mannequin juga diletakkan di beberapa spot untuk
memajang model pakaian andalan.
Display di Fashions Shop semacam ini memberikan
nilai jual tersendiri. Ruangan terasa lebih lega, sehingga memudahkan
pengunjung untuk melihat-lihat. Bahkan jika tertarik dengan sepotong
pakaian yang tak ada lagi stoknya, barang yang di-display pun diembat
juga. Daripada enggak dapat, kan?
Meski begitu, sebaiknya pembeli teliti. Menurut salah satu
penjaga toko pakaian produk asli impor, Ina (bukan nama sebenarnya),
peminat produk impor bertambah. Namun menurutnya, tak semua toko menjual
produk impor asli.
Untuk mengenali produk negeri Asia ini sebenarnya tak terlalu
sulit. Sejumlah toko pakaian memasang tanda bertulisan “Impor” ditambah
harga grosir yang bervariasi, mulai Rp 65.000 (untuk t-shirt) hingga Rp
100.000 (dress). Model yang ditawarkan antara lain gaun terusan semi
formal dengan bahan polos maupun bermotif, blus wanita dengan motif
garis-garis atau kotak-kotak, dan shirtdress untuk ke kantor. Pakaian
dari Thailand umumnya berupa maxi dress bermotif bunga-bunga yang
colourful.
Harga memang menentukan, seiring dengan kualitas yang diklaim
lebih bermutu daripada produk lokal. Untuk busana wanita, produk impor
berani pasang harga murah. Bisa jadi harganya lebih murah atau lebih
mahal dari produk lokal, tergantung model dan jenis bahannya.
Setiap produk punya gaya yang berbeda. Penjual produk impor
memang memanjakan pelanggan dengan memberikan variasi desain yang
jumlahnya terbatas alias limited edition. Harapannya, agar pembeli
merasa pakaian tersebut tak ada kembarannya. Jadi jangan heran jika tak
sedikit pembeli yang kehabisan, atau kalah cepat dengan yang lainnya.
Kompetisi produk impor dan lokal bisa jadi makin sengit.
Setidaknya, produsen produk lokal sekarang memiliki lawan main agar bisa
menakar sejauh mana bisa memenuhi kebutuhan pelanggan. Bukankah
kualitas menjadi lebih teruji ketika ada kompetitor baru?
Jika sudah begini, konsumen makin bingung, karena semua produk
punya kualitas seragam. Bisa jadi niatan awal membeli satu produk saja,
tetapi akhirnya pulang dengan minimal dua kantong busana di tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar